Assalamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokatuhu .....SELAMAT DATANG DI SEBATIKYOUNG.BLOSPOT.COM..... ..... Welcome to Sebatikyoung.blogspot.com.....

Minggu, 28 November 2010

Asuhan Keperawatan Bursitis

Makalah
Asuhan Keperawatan Bursitis
Oleh : Yahya
NIM : 73.2001D.08.112
D III Keperawatan Universitas Borneo Tarakan
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bursa merupakan suatu tempat yang berisi cairan berada di antara 2 struktur tulang yang bersentuhan satu sama lain. Cairan ini adalah minyak yang sama dengan cairan persendian dan secara normal jumlahnya memang sedikit. Bunsitis adalah peradangan pada bursa dapat disebabkan oleh adanya friksi, benturan secara langsung pada persendian atau disebabkan oleh infeksi bakteri. Bursitis paling sering di bursa subdeltoid, bursa olekranon, bursa prepatelan dan bursa radiohumenal, sesuai urutan kekerapannya lebih menonjol rasa nyeri dari pada keparahan penyakit. Bursitis dapat dikelompokkan menjadi bursitis akut adalah terjadi secara mendadak.. bursitis kronis merupakan akibat dari serangan bursitis akut sebelumnya atau cedera yang berulang.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari bursitis ?
2. Apakah etiologi dari bursitis ?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala dari bursitis ?
4. Bagaimanakah pengobatan dari bursitis ?
5. Bagaimanalah pemeriksaan penunjang dari bursitis ?
6. Bagaimanakah diagnosa banding dari bursitis ?
7. Bagaimanakah WOC dari bursitis ?
8. Bagaimanakah ASKEP dari bursitis ?
C. Tujuan Penulisan Masalah
1. Mahasiswa mengetahui definisi bursitis
2. Mahasiswa mengetahui etiologi bursitis
3. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala bursitis
4. Mahasiswa mengetahui pengobatan bursitis
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang bursitis
6. Mahasiswa mengetahui diagnosa banding bursitis
7. Mahasiswa mengetahui WOC bursitis
8. Mahasiswa mengetahui ASKEP bursitis











BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Bursitis adalah peradangan bursa, yang terjadi pada tempat perlekatan tendon atau otot dengan tulang oleh sebab yang belum diketahui dengan pasti. Bursitis adalah peradangan pada bursa yang disertai rasa nyeri. Bursa adalah kantong datar yang mengandung cairan sinovial, yang memudahi pergerakan normal dari beberapa sendi pada otot dan mengurangi gesekan.Bursa terletak pada sisi yang mengalami gesekan, terutama di tempat dimana atau otot melewati tulang. Dalam keadaan normal, sebuah bursa mengandung sangat sedikit cairan. Tetapi jika terluka, bursa akan meradang dan terisi oleh cairan. Bursa yang sering terkena adalah :
1. Bursa sub akromial dan bursa deltoid pada bahu yaitu bursa yang paling penting dalam tubuh, inflamasi pada bursa ini menimbulkan perasaan nyeri akut serta pergerakan yang terbatas terutama gerakan abduksi pada sendi bahu, dan nyeri menetap pada insersi deltoid terutama pada malam hari. Sering kali sekunder akibat robeknya bungkus rotator yang terjadi tanpa di ketahui.
2. Bunion bursitis yaitu daerah pembengkakan yang mengeras pada permukaan metakarpofalangeal I. penanggulangan dengan aspirasi cairan pada bagian yang membengkak dan suntikan kortikosteroid local.
3. Bursitis Achilles yang terdapat pada perlekatan tendon Achilles dengan tulang kallaneus (retrokalkaneal bursa) dan di antara bursa tersebut dan kulit (bursa sub kutaneous). Menimbulkan rasa nyeri di daerah tersebut terutama pada kalkaneus posterior. Mudah untuk melakukan suntikan kortikosteroid dan xilokain pada daerah pembengkakan di sini, tetapi harus hati-hati tidak boleh ada bolus pada tendon untuk menghindari risiko rupture.
4. Heel spur bursitis. Menimbulkan rasa nyeri pada daerah tumit. Suntikan local kortikosteroid dan atau lidokain sangat membantu.
5. Anserin bursitis, sering disalah tafsirkan sebagai osteortritis karena dijumpai pada wanita tua bertubuh gemuk, yaitu berupa rasa nyeri, tegang (tender) dan kadang-kadang membengkak dan terasa panas di daerah lutut bagian medial inferior, distal garis sendi.
6. Bursitis pre patellar (house maid’s knee dengan keluhan yang khas pada lutut, yaitu rasa nyeri sewaktu berlutut, terasa kaku, bengkak dan berwarna merah pada bagian anterior lutut (patela). Penyebab yang paling sering karena lutut sering bertumpu pada lantai. Berbeda dengan sinovitis pada lutut yang menimbulkan pembengkakan di daerah belakang bagian pinggir lutut.
7. Bursitis olekranon, terdapat pada puncak siku (tip). Hal ini sering terjadi pada posisi dengan menggunakan siku atau sering jalan tiarap. Walaupun inflamasinya jelas tetapi kadang-kadang rasa nyeri hanya minimal. Juga dapat timbul pada artristis rheumatoid, gout, akibat trauma dan infeksi. Pencegahan dilakukan dengan memakai alas karet busa untuk protektif. Kalau perlu dapat diberi suntikan local kortikosteroid.
8. Bursitis kalkaneal, ada 3 bursa di sekeliling kalkanrus yang dapat mengalami inflamasi dan menimbulkan rasa sakit yaitu :
a. Bursitis retro kalkaneal pada bagian anterior Achilles.
b. Bursitis post kalkaneal pada bagian posterior Achilles
c. Bursitis sub kalkaneal pada bagian inferior tulang kalkaneus. Bursitis yang berulang-ulang di tempat ini dapat mengakibatkan tebdnitis pada Achilles dan dapat mengakibatkan rupture tendon.
9. Bursitis pada ibu jari metakarpofangeal I, kelingking dan tumit. Hal ini terutama di sebabkan ukuran sepatu yang tidak sesuai.
10. Bursitis hip (pada pinggul), ada 3 yang terpenting yaitu :
a. bursitis trokanter, pada inseri otot gluteus medius di trokanter femur, menimbulkan rasa nyeri pada bagian lateral pinggul sebelah bawah trokanter dan dapat menjalar ke bawah, ke kaki atau lutut. Rasa nyeri istimewa pada malam hari dan bertamnah nyeri kalau dibengkokkan, rotasi internal atau kalau mendapat penekanan di daerah trokanter tersebut dijumpai otot-otot menegang kaku. Dan pada foto roentgen terlihat adanya deposit kalsium. Penanggulangan dengan suntikan local lidocain 1%.
b. Bursitis iliopektineal, menimbulkan rasa nyeri dan tegang di daerah lateral segi tiga skarpa (daerah segi tiga yang dibatasi oleh ligament inguinal,
Bursitis digolongkan menjadi 2 :
1. Bursitis akut terjadi secara mendadak.
Jika disentuh atau digerakkan, akan timbul nyeri di daerah yang meradang. Kulit diatas bursa tampak kemerahan dan membengkak. Bursitis akut yang disebabkan oleh suatu infeksi atau gout menyebabkan nyeri luar biasa dan daerah yang terkena tampak kemerahan dan teraba hangat.
2. Bursitis kronis merupakan akibat dari serangan bursitis akut sebelumnya atau cedera yang berulang. Pada akhirya, dinding bursa akan menebak dan di dalamnya terkumpul endapan kalsium padat yang menyerupai kapur. Bursa yang telah mengalami kerusakan sangat peka terhadap peradangan tanbah. Nyeri menahun dan pembengkakan bisa membatasi pregerakan, sehingga otot mengalami penciutan (atrofi) dan menjadi lemah. Serangan bursitis kronis berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering kambuh.
B. Etiologi
Penyebabnya sering kali tidak diketahui, tetapi burnitis dapa disebabkan oleh :
a. Cedera
b. Gout
c. Pseudogout
d. Arthritis rematoid
e. Infeksi.
Yang paling mudah terkena bursitis adalah bahu, bagian tubuh lainnya yang juga terkena bursitis adalah sikut, pinggul, lutut, jari kaki, dan tumit.
C. Tanda dan Gejala
Gejala utama pada bursitis pada umunya berupa pembengkakan lokal, panas, merah, dan nyeri. Bursitis menyebabkan nyeri dan cenderung membatasi pergerakan, tetapi gejala yang khusus tergantung kepada lokasi bursa yang meradang. Jika bursa di bahu meradang, maka jika penderita mengangkat lengannya untuk memakai baju akan mengalami kesulitan dan merasakan nyeri.
D. Pengobatan
Bursa yang terinfeksi harus dikeringakan dan diberikan obat antibiotik. Burnitis akut non-infeksius biasanya diobati dengan istirahat sementara waktu sendi yang terkena tidak digerakkan dan diberikan obat peradangan non-steroid (misalnya indometasin, ibuprofen atau naproksen). Kadang diberikan obat pereda nyeri. Selain itu bisa disuntikkan campuran daru obat bius lokan dan kortikosteroid langsung ke dalam bursa. Penyuntikan ini mungkin perlu dilakukan lebih dari satu kali. Pada burnitis yang berat dibrikan kortikostiroid (misalnya perdnison) per-oral (ditelan) selama beberapa hari. Setelah nyeri mereda, dianjurkan untuk melakukan latihan khusus guna meningkatkan daya jangkau sendi. Bursitis kronis diobati dengan cara yang sama. Kadang endapan kalsium yang besar di bahu bisa dibuang melalui jarun atau melalui pembadahan. Kortikosteoid bisa langsung disumtikkan ke dalam sendi. Terapi fisik dilakukan untuk mengemblikan fungsi sendi. Latihan bisa membantu mengembalikan kekuatan otot dan daya jankau sendi. Bursitis sering kambuh jika penyebabnya ( misalnya, gout, arthritis rematoid atau pemakaianberlebihan) tidak diatasi.
E. Pemeriksaan Penunjang
Ada pemeriksaan khusus untuk memastikan adanya bursitis yaitu dengan radiografi. Pada daerah yang terserang biasanya menunjukkan adanya klasifikasi dalam bursa, tendon atau jaringan lunak yang berdekatan.
F. Diagnosa Banding
1. Sepsis atau sinflamasi : aspirasi dan biakan
2. Mungkin sukar dibedakan antara bursitis dan arthritis inflamasi akut, selulitis, atau ostiomieolitis.
3. Diagnosa sering ditegakkan berdasarkan lokasi nyeri pada tempat yang klasik.
4. Sendi yang terserang biasanya mempunyai ruang gerak pasif yang hampir normal.


INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji lokasi, intensitas dan derajat nyeri.
2. Berikan posisi yang nyaman.
3. Berikan kasur busa atau bantal air pada bagian yang nyeri.
4. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
5. Kolaborasi pemberian aspirin. 1. Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keafektifan program.
2. Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri.
3. Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.
4. Meningkatkan relaksasi / mengurangi tegangan otot.
5. Aspirin bekerja sebagai anti dan efek analgetik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
B. Gangguan inteloriensi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan/ keletihan.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitasnya setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam.
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktifitas sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuan
- Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang menurunkan toleriansi aktifitas.
INTERVENSI RASIONAL
1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidak mampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari
2. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan
3. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan
4. Berikan lingkungan yang aman 1. Klien menunjukkan kelemahannya berkurang dan dapat melakukan aktifitasnya
2. Menghemat energi untuk aktifitas
3. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi dan seluruh fase penyakit yang penting mencegah kelemhan
4. Menghindari cedera akibat kecelakaan
C. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan, nyeri pada waktu bergerak.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu melakukan perawatan terhadap dirnya secara mandiri.
Kriteria hasil :
• Klien mampu melaksanakan aktifitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
• Klien mampu mendemontrasikan perubahan teknik atau gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kajian keterbatasan klien dalam peraatan diri.
2. Pertahankan mobilitas, control terhadap nyeri dan program latihan.
3. Kaji hambatan terhadap partisipasi dan perawatan diri.
4. Konsul dengan ahli terapi okulasi. 1. Mungkin dapat melanjutkan aktifitas umum dengan melakukan adaptasi yang dilakukan pada saaat ini.
2. Mendukung kemandirian fisik / emosional.
3. Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.
4. Berguna untuk menentukan alat bantu utnuk memenuhi kebutuhan individu.
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
• Bursitis adalah peradangan pada suatu bursa yang kadang-kadang disertai dengan pengendapan kapur pada tendon supraspinatus di bawahnya ( Kamus Kedokteran Dorland )
• Bursitis adalah peradanganpada bursa yang terjadi pada tempat perlekatan tendon atau otot dengan tulang sebab yang belum diketahui dengan pasti.
• Bursitis adalah peradangan pada bursa yang disertai rasa nyeri
• Bursa adalah kantong datar yang mengandung cairan sinovialyang memedahkan prgerakan normal daripada otot dan berfungsi untuk mengurangi gesekan
Etiologi
1. Cedera
2. Gout
3. Pseudogout
4. Arthritis Rematoid
Manifestasi Klinis
1. Pembengkakan lokal, paras, merah
2. Nyeri
3. Pembatasan gerak
3.2 Saran
Bursitis adalah peradangan pada suatu bursa yang kadang-kadang disertai dengan pengendapan kapur pada tendon supraspinatus di bawahnya. Bursitis biasanya terjadi pada bahu, siku, pinggul, panggul, tumit, jari kaki, dan tumit. Hal ini juga disebabkan pola perilaku kita yang tidak disengaja ( seperti menyangga kepala menggunakan sikut ), kebiasaan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya bursitis. Oleh karena itu kita harus membiasakan serta memperhatikan kebiasaan perilaku kita yang tidak baik. Selain itu juga kita harus menghindari hal-hal yang menyebabkan terjadinya bursitis.

Sabtu, 07 Agustus 2010

Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) Pada Anak

Dengue Haemorhagic Fever ( DHF )

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001).
Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001).
Menurut Ngastiyah (1997) demam dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes albocpictus dan Aedes aegypti ).
Dari Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 1997 ) dan Ngastiyah ( 1997 ), WHO pada tahun 1975 membagi derajat penyakit DHF dalam empat derajat yaitu :
a. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan ( uji tourniket positif ).
b. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain pada hidung ( epistaksis ).
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( kurang dari 20 mmHg ) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta anak gelisah.
d. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat dikur, akral dingin dan anak akan mengalami syok.

2. Etiologi
Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus ini termasuk dalam kelompok arbovirus golongan B. Hingga sekarang telah dapat diisolasi empat serotif virus dengue di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Namun yang paling banyak menyebebkan demam berdarah adalah dengue tipe DEN-2 dan DEN-3. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes, yaitu :
a. Aedes aegypti
1) Paling sering ditemukan
2) Nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih / tempat penampungan air di sekitar rumah.
3) Nyamuk ini berbintik-bintik putih.
4) Biasanya menggigit pada pagi hari dan sore hari.
5) Jarak terbang 100 meter.
b. Aedes Albopictus
1) Tempat habitatnya di tempat air jernih, biasanya di sekitar rumah/pohon-pohon yang dapat tertampung air hujan bersih, yaitu pohon pisang dan tanaman pandan.
2) Mengigit pada waktu siang hari.
3) Berwarna hitam.
4) Jarak terbang 50 meter.

3. Anatomi dan Fisiologi Trombosit dan Pembekuan
Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan glanular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur selular sumsum tulang dan sangat penting peranannya dalam hemostatis dan pembekuan. Trombosit berdiameter 1–4 m dan berumur kira–kira 10 hari. Kira–kira sepertiga berada dalam limpa sebadai suku cadang dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan 400.000/mm3. Hemostatis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan pengendalian perdarahan melalui pembentukkan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat cedera.
Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam keadaan homeostasis. Vasokonstriksi adalah respon langsung terhadap cedera, yang diikuti oleh adhesi trombosit pada kolagen dinding pembuluh darah yang terkena cedera. ADP ( adenosin difosfat ) dilepaskan oleh trombosit, yang menyebabkan mereka mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi trombosittrombosit, yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III trombosit, dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbat trombosit, yang kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai fibrin. Pembentukkan fibrin berlangsung bila faktor Xa, dibantu oleh tosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. ( Sejumlah kecil trombin nampaknya dicadangkan untuk memperbesar agregasi trombosit ). Fibrin ini, yang mula–mula merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan menjerat sel–sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek ( retraksi bekuan ), mendekatkan pinggir–pinggir dinding pembuluh dinding pembuluh yang cedera dan menutup daerah tersebut. ( Anderson, 1995 ).




















( Richard Walker, 2000, Under The Microscope, Heart–Clotting & Healing)
Gambar ini menunjukkan proses pembekuan dimana benang fibrin sudah mulai terbentuk sehingga menjerat sel darah merah dan membuat sumbatan pada pembuluh darah yang terluka sehingga perdarahan berhenti.

4. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi, sehingga terbentuklah kompleks virus antibodi dan di dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi ini akan mengakibatkan lepasnya histamin yang merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan akan menyebabkan hilangnya plasma melalui endotel dinding itu. Terjadi trombositopenia yang akan menurunkan fungsi trombosit dan faktor koagulasi ( protrombin dan fibrinogen ) dan menyebabkan terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan salauran gastrointestinal. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diatesis hemoragik yang akan mengakibatkan terjadinya renjatan secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dengan hilangnya plasma, anak mengalami hipovolemik dan apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.


Infeksi Dengue





Demam Manifestasi perdarahan Hepatomegali Trombositopenia
Anoreksia
Muntah



Dehidrasi Permeabilitas kapiler
Hemokonsentrasi
Kehilangan plasma Hipoproteinemia
Efusi Pleura
Hipovolemik Asites

Syok

Anoksia

Perdarahan Asidosis
Gastrointestinal

Kematian


5. Tanda dan gejala
Akibat masuknya virus dengue ke dalam tubuh, akan mengakibatkan :
a. Demam tinggi selama 2 –7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 380 – 400 celcius atau lebih ( tanpa sebab yang jelas ).
b. Tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk, disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit, untuk membedakan antara gigitan nyamuk biasa dengan nyamuk Aedes aegypti adalah dengan merenggangkan pada daerah kulit tampak bintik merah dan bila hilang berarti bukan tanda DHF.
c. Nyeri ulu hati terjadi karena adanya perdarahan pada lambung, nyeri otot, nyeri tulang dan sendi, dan nyeri pada daerah abdomen.
d. Adanya tanda-tanda perdarahan, yang terjadi perdarahan adalah pada daerah di bawah kulit ( petekhie/ekimosis ), perdarahan pada hidung ( epistaksis ) , perdarahan pada gusi, berak darah / batuk darah ( melena / hematemesis ).
e. Pembesaran hepar ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit anak), pembengkakan sekitar mata, dan sakit kepala.
f. Syok yang ditandai nadi lemah / cepat, disertai tekanan darah yang menurun ( diastolik turun menjadi 20 mmHg dan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang ), capillary refill lebih dari dua detik.
g. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki, serta timbul sianosis di sekitar mulut.
h. Mual, muntah, tidak ada napsu makan , diare, dan konstipasi.
i. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi sopor dan akhirnya koma.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Darah Lengkap Tiap 6 – 8 Jam Sekali
1) Terjadi trombositopenia ( 100.000/mm3 ) dan hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih).
2) Haemoglobin meningkat 20 %.
3) Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia.
b. Rontgen Thoraks
Untuk mengetahui adanya efusi pleura.
c. Uji Serologi
Yaitu serum diambil pada masa akut dan pada masa penyembuhan ( 1 – 4 minggu setelah gejala awal penyakit ) dengan mengambil darah vena sebanyak 2 – 4 ml dan pengambilan darah ini dilakukan minimal empat kali.
d. Test Tourniquet
Cara uji tourniquet adalah dengan memasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa sampai air raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 10 – 15 menit. Pada pemeriksaan terdapat > 20 petekhie pada daerah lengan bawah dengan diameter 2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF.
Kriteria : ( + ) jumlah petekhie ≥ 20
( - ) jumlah petekhie 10 – 20
( ± ) jumlah petekhie ≤ 10



7. Penatalaksanaan
Bila anak diduga atau sudah didiagnosa medis DHF, maka hal yang harus dilakukan adalah :
a. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, muntah. Beri minum banyak, 50 ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu/ASI, sari buah, atau oralit. Setelah dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan 80 – 100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya.
b. Hiperpireksia dapat diatasi dengan memberi kompres air hangat atau dingin dan bila perlu berikan antipiretik untuk mengatasi demam dengan dosis 10 – 15 mg/kg BB.
c. Pemberian cairan intravena pada anak tanpa renjatan dilakukan bila anak terus menerus muntah, sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit yang terus meningkat ( > 40 vol % ). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5 % dalam 1/3 larutan NaCl 0,9 % dengan jumlah tetesan 16 ×/ menit. Bila timbul tanda-tanda syok, segera berikan cairan campuran antara NaCL 0,9 % : Glukosa 10 % ( 1: 3 ) dengan jumlah tetesan 20 ml/kg BB/jam. Apabila syok mulai teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.


8. Komplikasi
Bila penanganan anak dengan DHF ini lambat, maka akan terjadi berbagai komplikasi, yaitu :
a. Efusi Pleura
Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas membran, sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura.
b. Perdarahan Pada Lambung
Terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada anak, sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus berlangsung, maka asam lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan.
c. Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening
Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ akan mengalami pembesaran.
d. Hipovolemik
Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma melalui dinding pembuluh darah.

9. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memutus rantai penularan dengan memberantas penular maupun jentiknya. Penggunaan vaksin untuk mencegah DHF masih dalam taraf penelitian, sedangkan obat yang efektif terhadap virus belum ada.
Cara pencegahannya ada dua, yaitu :
a. Memberantas nyamuk dewasa
Caranya dengan diberi pengasapan ( fogging ) menggunakan bahan insektisida. Pengasapan ini sangat efektif dan cepat memutuskan rantai penularan, karena nyamuk akan segera mati bila kontak dengan partikel-partikel insektisida.
b. Memberantas jentik
Caranya dengan meniadakan perindukannya, sehingga nyamuk tidak berkesempatan untuk berkembang biak. Cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). Aedes aegypti diketahui berkembang biak di air bersih tergenang yang tidak berhubungan langsung dengan tanah.
Pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan dengan :
1) Membersihkan ( menguras ) tempat penyimpanan air, seperti bak mandi / WC, drum, dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali, karena perkembangbiakan dari telur sampai menjadi nyamuk adalah 7 – 10 hari.
2) Menutup rapat tempat penyimpanan / penampungan air ( misalnya tempayan, drum, dll ) agar nyamuk tidak dapat masuk dan bertelur.
3) Membersihkan pekarangan rumah/halaman, kemudian mengubur / membakar / membuang barang bekas yang dapat digenangi air ( seperti kaleng, botol, ban bekas,tempurung, dll ).
4) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung secara berkala.
5) Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate kedalam genangan air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate kedalam genangan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2 – 3 bulan sekali atau peliharalah ikan ditempat itu.

B. Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien anak dengan DHF, perawat memandang klien sebagai individu yang utuh yang terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual, yang mempunyai kebutuhan sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Menurut Tailor C., Lilis C., Lemone P., 1989 ( dari La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ) proses keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan. ( Doenges : 2000 ).
Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan secara sistematis, mengelompokkan, dan mengatur data yang dikumpulkan dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan. ( La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ).
Tahap pengkajian pada anak dengan DHF terdiri dari :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistemik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. Data dikumpulkan dari keluarga, orang terdekat, masyarakat, grafik, dan rekam medik.
1) Identitas klien dan keluarga
a) Nama pasien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b) Nama Ayah, umur, agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat.
c) Nama ibu, umur,agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat.
d) Tanggal anak masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan sumber informasi yang diperoleh.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat keperawatan anak ( Suriadi : 2001 )
(1) Keluhan utama anak masuk rumah sakit biasanya adalah badan panas, disertai mimisan, berak encer atau kadang-kadang disertai berak darah, susah tidur, rewel, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati, pembengkakan sekitar mata, pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
(2) Lamanya keluhan biasanya untuk panas akan berlangsung 2 – 7 hari, disertai berak encer 3 – 4 kali dalam sehari, bila sudah parah akan disertai perdarahan pada hidung dan berak darah 2 – 3 kali sehari.
(3) Akibat timbulnya keluhan pada anak adalah anak menjadi rewel, nafsu makannya akan menurun, mual dan muntah, susah tidur, badan lemah, bila sudah parah bisa sampai terjadi syok.

b. Pemeriksaan fisik pada anak.
Selama aspek pengumpulan data, perawat melatih keterampilan persepsual dan observatorial dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman atau biasa dikenal dengan inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi adanya lesi pada kulit, dll. Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya auskultasi dinding abdomen untuk mengtahui bising usus. ( Bates : 1998 ).
Adapun pengkajian fisik yang harus dilakukan pada anak dengan DHF ( Suriadi : 2001 ) adalah :
1) Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan terutama suhu tubuh antara 38o – 40o celcius, nadi biasanya cepat atau lambat, dan pernapasan menjadi cepat antara 40 – 60 x/menit.
2) Wajah anak biasanya pucat akibat dehidrasi, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, dan wajah terlihat membengkak.
3) Mata biasanya mengalami oedem pada palpebra, konjungtiva anemis, dan mata terlihat merah akibat kurang tidur.
4) Hidung biasanya terjadi perdarahan akibat penanganan yang lambat.
5) Abdomen, pada saat dilakukan palpasi akan terasa adanya pembesaran pada organ hati dan limpa, anak akan mengalami nyeri pada ulu hati, terjadi iritasi pada lambung, bising usus lemah ( <> 2 detik ).

c. Kebiasaan Anak Sehari-hari
1) Pola nutrisi akan mengalami gangguan, anak akan menjadi malas makan dan minum, mual dan muntah, terjadi penurunan berat badan dalam jangka waktu yang cepat.
2) Pola eliminasi akan mengalami gangguan, terutama pada eliminasi BAB, anak akan mengalami berak encer dan kadang-kadang disertai perdarahan, urin akan disertai dengan pengeluaran protein.
3) Pola istirahat dan tidur akan mengalami gangguan akibat adanya peningkatan suhu tubuh, anak sering BAB encer dan adanya nyeri pada ulu hati.
4) Pola aktifitas anak menjadi terganggu, ditandai dengan anak menjadi malas untuk bermain, pemurung, rewel, dan lebih cenderung untuk menyendiri.
5) Personal hygiene anak mengalami gangguan atau tidak terpenuhi, akibat kelemahan fisik anak.


d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah, yang dilakukan adalah pemeriksaan hemoglobin, trombosit, leukosit, uji serologi HI (Haemagglutination inhibiting antibody), dengue blot. Pada pemeriksaan hemoglobin akan didapatkan nilai <> 20 % dari nilai normal (hemokonsentrasi). Leukosit normal pada 1 – 3 hari pertama, akan menurun pada saat akan terjadi syok dan akan meningkat pada saat syok dapat diatasi. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia. Uji serologi adalah suatu pemeriksaan dengan mengambil serum pada masa penyembuhan ( 1 – 4 minggu ) setelah gejala awal penyakit, untuk pemeriksaan serologi ini diambil darah vena sebanyak 2 – 4 ml dan pengambilan darah ini dilakukan minimal empat kali.
2) Pemeriksaan air seni, dilakukan untuk melihat apakah ada albuminuria ringan.
3) Test tourniquet / rumple leed test, yaitu tes yang dilakukan untuk melihat adanya perdarahan bawah kulit akibat pecahnya trombosit darah dengan kriteria :
( + ) bila jumlah petekhie ≥20
( - ) bila jumlah petekhie 10 – 20
(  ) bila jumlah petekhie ≤ 20
Dari hasil pengkajian keperawatan, akan didapatkan data-data yang menunjang dalam pembuatan diagnosa keperawatan yang dikelompokkan dalam data fokus.

e. Pemeriksaan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1). Pertumbuhan ( Growth )
Berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat ( gram, pound, kilogram ), ukuran panjang ( cm, meter ), umur tulang, dan keseimbangan metabolik ( retensi kalsium dan nitrogen tubuh ).
Pertumbuhan pada anak sekolah usia 6 tahun
a). Menurut Soetjiningsih ( 1995 )
- Perkiraan berat badan dengan menggunakan rumus :
BB = Umur ( tahun ) x 7 – 5
2
- Tinggi badan = 1,5 x tinggi badan umur 1 tahun.
- Gigi = terdapat erupsi gigi tetap yaitu insisor.
b). Menurut Wong & Whaley ( 1996 )
- Penambahan tinggi dan berat badan terus berlanjut dengan lambat.
- Berat badan antara 16 - 23,6 kg ( 35,5 – 58 pound ), dan tinggi badan 106,6 – 123,5 cm ( 42 – 48 inchi ).
- Gigi seri permanen pada mandibular mulai tumbuh.
- Kehilangan gigi pertama.
- Beragsur-angsur terdapat peningkatan kemampuan/keterampilan.
- Mempunyai aktivitas yang tetap.
- Sering terjadi anak mengisap jari kembali.
- Semakin menyadari fungsi tangan sebagai alat.
- Menyukai menggambar, menulis, dan mewarnai.
- Kemampuan penglihatan mencapai kematangan.

2). Perkembangan ( Development )
Adalah bertambahnya kemampuan ( skill ) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Pertumbuhan pada anak sekolah usia 6 tahun
a). Menurut Wong & Whaley ( 1996 )
1). Perkembangan Mental
- Pengembangan pengenalan angka.
- Dapat menjumlahkan/menghitung uang sebesar 13 sen ( sen dolar ).
- Dapat membedakan pagi dan sore.
- Dapat menyebutkan pengertian dan fungsi alat/perlengkapan yang sering digunakan, seperti garpu dan kursi.
- Mampu menuruti tiga perintah sekaligus yang diberikan secara berurutan.
- Bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri.
- Dapat menilai apakah gambar sebuah wajah cantik atau buruk.
- Mulai memasuki kelas pertama.
2). Perkembangan Adaptasi
- Di atas meja makan anak sudah mampu mengoles mentega atau selai pada roti.
- Permainan yang disukai menggunting, melipat, menempel permainan kertas, dan menjahit kasar.
- Mampu mandi sendiri tanpa pengawasan dan melakukan aktivitas sebelum tidur secara mandiri.
- Menyukai permainan meja ( table game ), checkers, dan permainan kartu sederhana.
- Banyak tertawa.
- Kadang-kadang mencuri uang atau benda-benda yang menarik.
- Sulit mengakui kesalahan sendiri.
- Selalu mencoba/menguji kemampuannya.
3). Personal-Sosial
- Dapat berbagi dan lebih kooperatif.
- Punya kebutuhan yang besar untuk bermain bersama teman sebayanya.
- Akan berusaha menipu untuk menang.
- Sering bermain kasar.
- Sering merasa cemburu terhadap saudaranya.
- Melakukan pekerjaan yang mereka lihat yang dilakukan oleh orang dewasa.
- Mungkin anak akan bertingkah marah.
- Menyombongkan diri.
- Lebih mandiri, kemungkinan termasuk urusan sekolah.
- Punya cara sendri dalam melakukan sesuatu.
- Meningkatkan sosialisasi.

b). Perkembangan Psikoseksual ( Sigmun Freud dari Wong & Whaley, 1996 )
- Anak berada pada fase latent dimana orientasi sosial lebih banyak keluar rumah, anak lebih senang bermain.
- Pada fase ini terjadi perkembangan intelektual dan sosial.
- Banyak teman, punya geng atau peer group.
– Impuls agresivitas lebih terkontrol.
c). Perkembangan Psikososial ( Erik Ericson, 1963 dari Wong & Whaley, 1996)
- Anak berada pada fase industri korelasi dengan inferioritas ( rajin korelasi dengan rendah diri ).
- Anak dapat membuat atau menyelesaikan tugas/perbuatan ( menghasilkan sesuatu ).
- Anak siap meninggalkan rumah orang tua dalam waktu terbatas ( di sekolah ).
- Melalui proses pendidikan anak belajar untuk :
• Bersaing ( sifat kompetitif )
• Sifat kooperatif ( saling memberi dan menerima )
• Setia kawan, belajar peraturan yang berlaku.
- Kunci proses sosialisasi guru dan teman sebaya.
- Identifikasi bukan pada orang tua atau orang lain, misalnya : anak menyukai gurunya ( lebih patuh dibanding terhadap orang tuanya ).
- Bila anak tidak dapat mematuhi kebutuhan sesuai standart timbul masalah/gangguan.

d.). Perkembangan Kognitif atau Tahap Berkembang Berpikir Logis ( Jean Piaget,1969 dari Wong & Whaley, 1996)
- Anak berada pada tahap II yaitu pre-operasional ( usia 2-7 tahun )
- Sensori motorik preoperasional.
Anak mampu mempergunakan simbol-simbol, kata-kata, mengikat masa lampau, sekarang, yang akan datang.
- Tingkah laku anak berubah egois.

e). Perkembangan Interpersoal ( Sulivan’s dari Wong & Whaley, 1996 )
- Anak berada pada tahap Juvenil ( usia 5-6 tahun ).
- Anak-anak menjadi sosial bersaing, bekerjasama, dan belajar untuk mengawasi tingkah laku dengan kontrol lingkungan.

f). Perkembangan Moral ( Kohlberg dari Wong & Whaley, 1996 )
- Anak berada pada Stage III yaitu Conventional level ( usia 6-12 tahun ).
- Dapat membantu orang lain dan diyakini sebagai suatu kebaikan.
- Menyesuaikan diri terhadap moral secara umum, tingkah laku untuk tampak “ baik “.

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah klien dan serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan ( Carpenito, 2000 ). Sedangkan menurut La Ode Gaffar ( 1997 ), diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual dan potensial.
Menurut Carpenito ( 2000 ) diagnosa keperawatan dapat berjenis aktual, risiko, atau kesejahteraan atau sindrom.
Aktual : menggambarkan penilaian klinis yang harus divalidasi perawat karena adanya batasan karakteristik mayor.
Risiko : menggambarkan penilaian klinis dimana individu/kelompok lebih rentan untuk megalami masalah ketimbang orang lain dalam situasi yang sama atau serupa.
Kesejahteraan : penilaian klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas dalam transisi dari tingkat kesejahteraan tertentu ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Dan menurut La Ode Gaffar ( 1997 ) diagnosa keperawatan dibedakan atas diagnosa aktual, menggambarkan masalah kesehatan yang sudah ada saat ini atau yang sudah ada saat pengkajian dan diagnosa keperawatan potensial, menggambarkan bahwa masalah yang nyata akan terjadi bila tidak dilakukan intervensi keperawatan.
Menurut Suriadi ( 2001 ), diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien DHF antara lain :
1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permabilitas kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
Menurut Ngastiyah ( 1997 ), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada anak dengan DHF antara lain :
1. Kegagalan sirkulasi darah yang berhubungan dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan ekstravaskular.
2. Risiko terjadi perdarahan yang berhubungan dengan adanya trombositopenia.
3. Gangguan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi dengue.
4. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat ( pengambilan/pemeriksaan darah secara periodik setiap 4 jam ).
5. Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

3. Perencanaan
Sebagai langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah perencanaan, yaitu penentuan apa yang ingin dilakukan untuk membantu klien. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan mengatasi masalah keperawatan. Langkah-langkah perencanaannya adalah :
a. Membuat Prioritas Urutan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang, dan rendah. Masalah dengan prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup ( misalnya bersihan jalan napas ). Masalah dengan prioritas sedang berhubungan dengan situasi yang tidak gawat dan situasi yang tidak mengancam hidup klien ( misalnya personal hygiene klien ). Masalah dengan prioritas rendah berhubungan secara langsung dengan keadaan sakit atau prognosis yang spesifik, misalnya masalah keuangan ( Carpenito,2000 ).
b. Merumuskan Tujuan dan Kriteria Hasil.
Kriteria hasil adalah hasil intervensi keperawatan dan respon-respon klien yang dapat dicapai, diinginkan oleh klien atau pemberi asuhan, dan dapat dicapai dalam periode waktu yang telah ditentukan. ( Doenges, dkk : 2000 ).
Tujuan yang dittapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific ( khusus ), meassurable ( dapat diukur ), acceptable ( dapat diterima ), reality ( nyata ), dan time ( terdapat kriteria waktu ). Kriteria hasil merupakan tujuan kearah mana perawatan kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan.
Komponen pernyataan kriteria hasil :
1) Subyek, menunjukkan siapa yang mencapai kriteria hasil.
2) Kata kerja yang dapat diukur, menunjukkan tindakan, tingkah laku dan respon dari klien yang dapat dilihat, didengar, dihidu, atau diraba.
3) Hasil, menunjukkan respon fisiologis, psikologis, dan gaya hidup yang diharapkan dari klien terhadap intervensi.
4) Kriteria, mengukur kemajuan klien dalam mencapai hasil dan menunjukkan tingkatan kecakapan yang diperlukan untuk menyelesaikan hasil akhir.
5) Target waktu, menunjukkan periode waktu tertentu yang diinginkan untuk mencapai kriteria hasil, dengan adanya batasan waktu akan membantu perawat dalam mengevaluasi tahap dalam memastikan apakah kritria hasil dapat dicapai dalam periode waktu tertentu.
Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun, maka rencana tindakan keperawatan yang dapat disusun menurut Suriadi ( 2001 ) adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria mata tidak cekung, membran mukosa tetap lembab, turgor kulit baik, kulit tidak kering, vital sign nadi 85–100 x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37C, tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill < 3 detik ( nilai rujukan normal menurut Tucker, 1999 ).
Rencana:
1.1. Observasi tanda–tanda vital paling sedikit setiap empat jam.
Rasional : Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
1.2. Monitor tanda–tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun–ubun cekung, produksi urin menurun.
Rasional : Gejala yang menunjukkan dehidrasi/hemokonsentrasi.
1.3. Observasi dan catat intake dan output.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi.
1.4. Berikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional : Penggantian terhadap kehilangan/defisit.
1.5. Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, Bj urin, serum albumin.
Rasional : Peningkatan menunjukkan hemokonsentrasi. Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukkan edema.
1.6. Timbang berat badan.
Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal.
1.7. Monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit.

2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Perusi jaringan perifer adekuat dengan kriteria vital sign stabil nadi 85–100 x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37C, tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill < 3 detik.
Rencana :
2.1. Kaji dan catat tanda–tanda vital ( kualitas dan frekuensi denyut nadi, tekanan darah, dan capilarry refill ).
Rasional : Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
2.2. Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas ( suhu, kelembaban, dan warna ).
Rasional : Indikator volume sirkulasi/perfusi.
2.3. Nilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan immobilisasi.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat dengan kriteria berat badan stabil atau meningkat, asupan nutrisi adekuat.
Rencana :
3.1. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
Rasional : Meningkatkan asupan nutrisi anak.
3.2. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
Rasional : Menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia.
3.3. Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering.
Rasional : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan.
3.4. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
3.5. Pertahankan kebersihan mulut pasien.
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan selera makan dan pemasukan oral.
3.6. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
Rasional : Meningkatkan motivasi klien untuk makan.

4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan : Keluarga menunjukkan koping yang adaptif dengan kriteria ekspresi lebih rileks, menetapkan peran orang tua yang diinginkan, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatan kesehatan, dan berpertisipasi dalam perawatan anak pada tingkat yang diinginkan.
Rencana :
4.1. Kaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh stres.
Rasional : Mengidentifikasi masalah yang mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menghadapi stress.
4.2. Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang lebar, dan identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga.
Rasional : Memberikan perasaan empati dan meningkatkan rasa harga diri keluarga bahwa mereka berkompeten untuk mengatasi situasi.
4.3. Identifikasi koping yang biasa digunakan dan seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan.
Rasional : Kebanyakan orang telah mengembangkan keterampilan koping efektif yang dapat bermanfaat dalam menghadapi situasi baru.
4.4. Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilakukan untuk membuat anak/keluarga menjadi lebih baik, dan jika memungkinkan memberikan apa yang diminta oleh anak.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan membantu anggota keluarga mengatasi masalah secara efektif.
4.5. Penuhi kebutuhan dasar anak, jika anak sangat tergantung dalam melakukan aktivitas sehari–hari, ijinkan hal ini terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian secara bertahap meningkatkan kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Rasional : Memberikan penguatan kepada anak bahwa ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi situasi.

5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
Tujuan : Mempertahankan suhu tubuh normal dengan kriteria
Rencana :
5.1. Ukur tanda–tanda vital ( suhu ).
Rasional : Suhu 38,9C – 41,1C, menunjukkan proses penyakit infesius akut.
5.2. Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu.
Rasional : Melibatkan keluarga dalam program pengobatan.
5.3. Lakukan “ tepid sponge “ ( seka ) dengan air biasa.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.
5.4. Tingkatkan intake cairan.
Rasional : Cairan merupakan salah satu termoregulator dalam tubuh.
5.5. Berikan terapi untuk menurunkan suhu.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

Rencana tindakan yang dapat dirumuskan menurut Ngastiyah ( 1997 ) :
1. Kegagalan sirkulasi darah yang berhubungan dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan ekstravaskular.
Tujuan : Klien tidak mengalami renjatan dengan kriteria kesadaran composmentis, tidak terjadi perubahan mental, nadi 85–100 x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37C, tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill < 3 detik.
1.1. Monitor dan catat vital sign ( nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan ) setiap jam.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekutan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
1.2. Periksa Ht, Hb, dan trombosit setiap 4 jam atau sesuai permintaan dokter.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
1.3. Observasi tanda dan gejala syok, seperti sakit perut yang hebat atau adanya anuria.
Rasional : Indikator adanya perdarahan gastrointestinal.
1.4. Kolaborasi dengan dokter bila ditemui tanda dan gejala syok.
Rasional : Tindakan kolaborasi daalm mengatasi syok.

2. Risiko terjadi perdarahan yang berhubungan dengan adanya trombositopenia.
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan dengan kriteria tidak terdapat petekie, hematemesis, melena, epistaksis, trombosit 200.000–500.000/mm3, hematokrit < 40 %, vital sign nadi 85–100 x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37C, tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill < 3 detik.
Rencana :
2.1. Observasi vital sign, pengisian kapiler.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekutan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2.2. Catat adanya akral dingin.
Rasional : Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer.
2.3. Catat adanya keluhan perut sakit, klien pucat, adanya melena, hematemesis.
Rasional : Merupakan tanda dan gejala adanya perdarahan pada gastrointestinal.
2.4. Catat intake dan output.
Rasional : Menentukan jenis intervensi yang diperlukan berdasarkan banyaknya cairan yang keluar.
2.5. Puasakan klien bila terjadi perdarahan gastrointestinal dan mulai dari diit cair kemudian lunak biasa bila kesadaran klien telah membaik.
Rasional : Gastrointestinal diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus.
2.6. Tingkatkan asupan cairan parenteral.
Rasional : Pergantian cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan.
2.7. Pasang naso gastrik tube.
Rasional : Untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung.
2.8. Awasi pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, dan trombosit.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
2.9. Kolaborasi pemberian transfusi.
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk menurunkan risiko perdarahan.

3. Gangguan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi dengue.
Tujuan : Suhu tubuh normal dan klien terhindar dari kejang dengan kriteria suhu tubuh aksila 36.5–37.0°C, mukosa bibir merah muda.
Rencana :
3.1. Monitor vital sign.
Rasional : Suhu 38,9C – 41,1C, menunjukkan proses penyakit infksius akut.
3.2. Beri kompres
Rasional : Dapat mengurangi demam.
3.3. Kolaborasi pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

4. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat ( pengambilan/pemeriksaan darah secara periodik setiap 4 jam ).
Tujuan : Klien mampu beradaptasi dengan tindakan yang dilakukan dengan kriteria klien tenang saat akan dilakukan tindakan invasif.
Rencana :
4.1. Usahakan bekerja secara tenang, yakinkan dahulu vena telah didapat baru ditusukkan jarumnya.
Rasional : Mengurangi penderitaan klien.
4.2. Beri kompres atau trombopob gel pada daerah haematoma.
Rasional : Mengurangi hematoma.
4.3. Kolaborasi tindakan vena seksi bila pasien sudah kolaps.
Rasional : Agar tidak terjadi coba-coba dan meninggalkan bekas hematoma di beberapa tempat.

5. Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Tujuan : Keluarga mempunyai pengetahuan mengenai penyakit dan bahayanya, keluarga berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana :
5.1. Berikan mengenai penjelasan mengenai DHF dan anak segera dibawa ke pelayanan kesehatan.
Rasional : Untuk segera mendapatkan pertolongan mencegah komplikasi.
5.2. Berikan minum yang banyak sebelum anak dibawa berobat.
Rasional : Mencegah agar anak tidak jatuh ke tingkat dehidrasi yang lebih parah.
5.3. Berikan penjelasan program pengobatan selama di RS seperti pemeriksaan darah yang berulang kali dan dipasang infus lebih dari satu tempat dan bila terjadi hematoma bukan karena bukan kurang terampilnya petugas tetapi karena sifat penyakit ini mudah berdarah, anak harus tetap diberi banyak minum, serta minta orang tua untuk ikut mengawasi jalannya tetesan infus.
Rasional : Agar keluarga dapat membantu pelaksanaan pengobatan.
5.4. Penyuluhan kesehatan bagaimana cara pemberantasan nyamuk.
Rasional : Membantu memberantas nyamuk guna memutuskan mata rantai penularan.

4. Pelaksanaan / Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan ( implementasi ) adalah preskripsi untuk perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan. ( Marillyn E. Doenges, dkk : 2000 )
Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan Keperawatan Mandiri Dilakukan Tanpa Pesanan Dokter.
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman, mengurangi kebisingan lingkungan, dan membatasi jumlah pengunjung serta lamanya waktu yang dirawat ( Doenges, 2000 ).
b. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat bila perawat bekerja dengan anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
c. Dokumentasi Tindakan Keperawatan dan Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
Dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau aktifitas yang otentik dengan mempertahankan catatan yang tertulis, dimana dokumen dapat memberikan bukti rspon klien terhadap tindakan keperawatan dan perubahan-perubahan pada klien.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF, perawat harus terlebih dahulu menjelaskan kepada orang tua apa yang akan dilakukan dan tujuan dari tindakan yang dilakukan.

5. EVALUASI
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasilnya sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan. ( Marillyn E. Doenges, dkk : 2000 ).
Evaluasi hasil asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari poses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evalusi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.
Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :
a. Masalah Teratasi
Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Masalah Teratasi Sebagian
Masalah sebagian teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c. Masalah Belum Teratasi
Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien anak dengan DHF adalah diharapkan suhu tubuh tidak mengalami peningkatan, tidak terjadi perdarahan selama perawatan, nutrisi tidak mengalami gangguan atau kembali normal, tidak terjadi dehidrasi pada anak, dan orangtua / keluarga menunjukkan pengertian dan dapat bekerjasama dalam program pengobatan anak setelah dilakukan penyuluhan kesehatan.

Kamis, 20 Mei 2010

Hari Kebangkitan Nasional ke 102 Tahun

Seratus dua tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 20 Mei 1908, sekelompok kaum muda yang cerdas dan peduli terhadap nasib bangsa mendirikan organisasi Boedi Oetomo. Perkumpulan yang dimotori oleh Dr. Soetomo, Dr. Wahidin Soedirohoesodo, Dr. Goenawan dan Soewardi Soerjoningrat ini, kelak menjadi inspirasi bangkitnya kesadaran tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa untuk melawan penjajahan yang selama berabad-abad mencengkeram tanah air Indonesia.
Tanggal 20 Mei kemudian ditetapkan dan diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Karena pada tanggal itulah terjadi titik balik perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan, dari semula perlawanan lokal- bersenjata berganti menjadi perlawanan nasional-organisasional. Perjuangan melalui organisasi kebangsaan merupakan cara baru untuk melawan penjajah. Sebelumnya, perjuangan bersenjata yang dilakukan secara sporadis di berbagai wilayah tanah air, belum mampu mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Kurangnya entitas persatuan-kesatuan bangsa, dan belum terorganisasinya kelompok-kelompok perjuangan saat itu, membuat berbagai bentuk perlawanan mudah dipatahkan.


Bangkitnya kesadaran atas kesatuan kebangsaan dan nasionalisme yang dirintis oleh Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian menjadi inspirasi bagi munculnya organisasi perjuangan lainnya, di antaranya Jong Ambon (1909); Jong Java dan Jong Celebes (1917); Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918). Pada tahun 1911 juga berdiri organisasi Sarikat Islam, disusul Muhammadiyah pada tahun 1912, Nahdlatul Ulama 1926, dan Partai Nasional Indonesia 1927.

Fenomena munculnya nasionalisme tersebut terjadi karena didorong oleh faktor sejarah, yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara. Pada awalnya nasionalisme tumbuh dan berkembang ketika ada peluang pembuka jalan bagi pembentukan sebuah negara dan bangsa. Nasionalisme inilah yang sesungguhnya secara efektif mentransformasikan komunitas tradisional menjadi sebuah komunitas modern berbentuk negara-bangsa atau nation state. Kendati memiliki tujuan institusional yang berbeda-beda, akan tetapi semua organisasi kebangsaan memiliki ciri yang sangat menonjol yakni sama-sama bertekad mencapai Indonesia merdeka.

Perjuangan yang panjang itu, akhirnya mencapai puncaknya pada proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Itulah titik kulminasi dari perjuangan bangsa untuk membentuk negara yang merdeka, bersatu dan berdaulat. Proklamasi kemerdekaan sekaligus menandai rubuhnya imperialisme dan kolonialisme digantikan oleh sistem pemerintahan nasional yang dibentuk atas prakarsa dan kebutuhan bangsa sendiri.

Negara Kesatuan Republik Indonesia berhasil ditegakkan, akan tetapi bukan berarti perjuangan sebagai negara bangsa telah usai. Justru saat menjadi bangsa merdeka itulah perjuangan yang sesungguhnya yakni upaya mengisi kemerdekaan sedang dimulai. Selama 65 tahun merdeka, seiring pergantian pemerintahan, dinamika dalam upaya mengisi kemerdekaan terus berlangsung. Berbagai permasalahan datang silih-berganti, di mana semua memerlukan kerja
keras dan keterlibatan segenap anak bangsa untuk mengatasinya. Namun kita sadar dan yakin, bahwa nilai-nilai kebangsaan dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita akan tetap menjadi acuan dalam mengarungi perjalanan bangsa Indonesia hari ini dan esok.

- Salam Pemuda,by HPS

Rabu, 19 Mei 2010

Minggu, 02 Mei 2010

Kota Sebatik Dan Kaltara ....yes

Syarat Dukungan Pemekaran Sebatik Segera Dirampungkan
Apapun Namanya, Yang Penting Perubahan

NUNUKAN – Keinginan masyarakat Sebatik memekarkan daerahnya menjadi daerah otonom baru, sudah bulat. Apapun namanya bukan masalah, asalkan perubahan itu bisa terwujud. “Yang penting ada perubahan, masyarakat Sebatik tak mempermasalahkan nantinya bakal menjadi daerah otorita, kota madya, kota administratif (kotif) atau status pemekaran lainnya,” ungkap H Herman AB penanggung jawab Himpunan Masyarakat Sebatik Wahana Pemekaran, usai rapat dialog seluruh masyarakat dan kepala desa se-Kecamatan Sebatik, belum lama ini.

Persyaratan administrasi yang harus terpenuhi, yakni dukungan masyarakat, akan dihimpun secepatnya melalui Badan Perwakilan Desa (BPD), untuk kemudian diajukan kepada pemerintah daerah. Setelah semua terpenuhi, maka akan ada rekomendasi dari Kabupaten Nunukan kepada pemerintah provinsi. “Provinsi yang nantinya akan menunjuk tim independen melakukan pengkajian pemekaran Kecamatan Sebatik ini,” jelasnya.

Ia juga mengharapkan, seluruh masyarakat Sebatik bersama-sama aktif dan mendukung pemekaran. H Abdul Sani SH dan Hj Nursan tokoh masyarakat Sebatik juga berharap hal yang sama. Keduanya menginginkan agar masing-masing kepala desa segera merampungkan syarat administrasi dukungan aspirasi yang dihimpun dari semua kalangan masyarakat dua kecamatan, Sebatik dan Sebatik Barat. Dalam pertemuan itu, kalangan masyarakat baik petani, nelayan, sopir, tokoh masyarakat, desa dan pemuda menyatakan tekadnya untuk mendukung pemekaran Sebatik. Mereka pun, siap menandatangani surat dukungan.

Sementara itu, Camat Sebatik Suedi dalam forum menjelaskan, pemekaran tentu mengacu pada aturan yang ada. Salah satunya yakni PP No. 78 tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran. Penghapusan dan Penggabungan Daerah sangat kental menekankan kuatnya dukungan dan inisiatif daerah dalam proses inisiasi pembentukan daerah. Jika mengikuti alur proses inisiasi pemekaran daerah sesuai pasal 14 sampai 21 PP No. 78 tahun 2007. Maka, proses inisiasi diawali dengan proses penyaringan aspirasi masyarakat. Setelah aspirasi masyarakat terjaring, maka pemerintah daerah induk kemudian memutuskan apakah aspirasi pemekaran tersebut akan disetujui atau tidak. Proses persetujuan tersebut bisa dilakukan setelah ada bahan pertimbangan berupa dokumen aspirasi masyarakat dan kajian akademis independen.

Kamal, anggota Himpunan Masyarakat Sebatik Wahana Pemekaran menambahkan, proposal pemekaran Sebatik ini ihwalnya telah disampaikan ke beberapa tingkatan. Mulai dari tingkat Kabupaten Nunukan yakni DPRD dan pemerintah daerah, tingkat provinsi, DPR RI dan DPD. “Tinggal presiden aja yang belum mendapatkan proposal aspirasi pemekaran,” ujarnya.

Kendati Presiden SBY menyerukan moratorium (penundaan) pemekaran daerah, namun ia berharap untuk pemekaran Kecamatan Sebatik mendapat pengecualian. Alasannya, mengingat Sebatik merupakan daerah perbatasan, sebagai beranda Indonesia di hadapan negara tetangga, tentu diharapkan adanya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Sebatik.

Ditambahkan H Herman, setelah melaksanakan pertemuan dengan seluruh elemen masyarakat Sebatik, agenda yang sama akan kembali dilaksanakan di Kecamatan Sebatik Barat dalam waktu dekat
TARAKAN - Wakil Wali Kota Tarakan Suhardjo Trianto mengatakan, wacana pembentukan provinsi Kaltara tetap menjadi isu yang penting saat ini. Setidaknya ada tujuh undang-undang tentang otonomi yang dilahirkan pemerintah. Mulai kemerdekaan 1945 hingga era reformasi. Dan yang terakhir adalah UU nomor 32 tahun 2009 tentang pemerintah daerah.

“Dengan perkembangan otonomi daerah tersebut, dari yang awalnya hanya delapan provinsi kemudian berkembang menjadi 33 provinsi. Insya Allah jika Kaltara terbentuk, provinsi di Indonesia menjadi 34,” kata Suhardjo Trianto dalam acara dialog bersama Komite 1 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di ballroom hotel Tarakan Plaza, Selasa (27/4) malam.

Menurutnya, keinginan masyarakat di utara Kaltim khususnya warga Kota Tarakan untuk membentuk provinsi Kaltara ini sangat besar. Pasalnya, selain untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat yang sejak lama disparitas, juga untuk melaksanakan program pembangunan dan percepatan akselerasi di wilayah utara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. “Saya bisa pastikan, Kota Tarakan senantiasa mendukung lahirnya provinsi baru Kaltara. Kami harapkan, kepada Komite I DPD RI untuk tetap memperjuangkan Kaltara ini untuk kemakmuran rakyat,” harap Suhardjo.

Dalam dialog tersebut, perwakilan tokoh-tokoh dari seluruh agama di Tarakan juga membacakan pernyataan sikap terhadap dukungan pembentukan provinsi Kaltara ini. Pernyataan sikap tersebut kemudian diserahkan kepada DPD RI untuk kemudian menjadi dokumen dukungan. (ddq)

Rabu, 28 April 2010

Mahasiswa D III Keperawatan Universitas Borneo Tarakan ( Akper Pemkot Tarakan )


Tentang saya...

Liat aja di Facebook : sailormanyahya@sebatik.com

atau di

http://www.sebatik.com/2010/08/apa-siapa-yahya-hasan.html 

Selasa, 13 April 2010

Pemekaran Kecamatan Sebatik 1

Senin, 12 April 2010


NUNUKAN – Keinginan masyarakat Sebatik memekarkan daerahnya menjadi daerah otonom baru, sudah bulat. Apapun namanya bukan masalah, asalkan perubahan itu bisa terwujud. “Yang penting ada perubahan, masyarakat Sebatik tak mempermasalahkan nantinya bakal menjadi daerah otorita, kota madya, kota administratif (kotif) atau status pemekaran lainnya,” ungkap H Herman AB penanggung jawab Himpunan Masyarakat Sebatik Wahana Pemekaran, usai rapat dialog seluruh masyarakat dan kepala desa se-Kecamatan Sebatik, belum lama ini.

Persyaratan administrasi yang harus terpenuhi, yakni dukungan masyarakat, akan dihimpun secepatnya melalui Badan Perwakilan Desa (BPD), untuk kemudian diajukan kepada pemerintah daerah. Setelah semua terpenuhi, maka akan ada rekomendasi dari Kabupaten Nunukan kepada pemerintah provinsi. “Provinsi yang nantinya akan menunjuk tim independen melakukan pengkajian pemekaran Kecamatan Sebatik ini,” jelasnya.

Ia juga mengharapkan, seluruh masyarakat Sebatik bersama-sama aktif dan mendukung pemekaran. H Abdul Sani SH dan Hj Nursan tokoh masyarakat Sebatik juga berharap hal yang sama. Keduanya menginginkan agar masing-masing kepala desa segera merampungkan syarat administrasi dukungan aspirasi yang dihimpun dari semua kalangan masyarakat dua kecamatan, Sebatik dan Sebatik Barat. Dalam pertemuan itu, kalangan masyarakat baik petani, nelayan, sopir, tokoh masyarakat, desa dan pemuda menyatakan tekadnya untuk mendukung pemekaran Sebatik. Mereka pun, siap menandatangani surat dukungan.

Sementara itu, Camat Sebatik Suedi dalam forum menjelaskan, pemekaran tentu mengacu pada aturan yang ada. Salah satunya yakni PP No. 78 tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran. Penghapusan dan Penggabungan Daerah sangat kental menekankan kuatnya dukungan dan inisiatif daerah dalam proses inisiasi pembentukan daerah. Jika mengikuti alur proses inisiasi pemekaran daerah sesuai pasal 14 sampai 21 PP No. 78 tahun 2007. Maka, proses inisiasi diawali dengan proses penyaringan aspirasi masyarakat. Setelah aspirasi masyarakat terjaring, maka pemerintah daerah induk kemudian memutuskan apakah aspirasi pemekaran tersebut akan disetujui atau tidak. Proses persetujuan tersebut bisa dilakukan setelah ada bahan pertimbangan berupa dokumen aspirasi masyarakat dan kajian akademis independen.

Kamal Soreyanto, anggota Himpunan Masyarakat Sebatik Wahana Pemekaran menambahkan, proposal pemekaran Sebatik ini ihwalnya telah disampaikan ke beberapa tingkatan. Mulai dari tingkat Kabupaten Nunukan yakni DPRD dan pemerintah daerah, tingkat provinsi, DPR RI dan DPD. “Tinggal presiden aja yang belum mendapatkan proposal aspirasi pemekaran,” ujarnya.

Kendati Presiden SBY menyerukan moratorium (penundaan) pemekaran daerah, namun ia berharap untuk pemekaran Kecamatan Sebatik mendapat pengecualian. Alasannya, mengingat Sebatik merupakan daerah perbatasan, sebagai beranda Indonesia di hadapan negara tetangga, tentu diharapkan adanya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Sebatik.

Ditambahkan H Herman, setelah melaksanakan pertemuan dengan seluruh elemen masyarakat Sebatik, agenda yang sama akan kembali dilaksanakan di Kecamatan Sebatik Barat dalam waktu dekat. (ica)